Minggu, 17 Mei 2015

No Romantic

Cling cling cling, ku dengar gemrincing dari gelang kaki yang ku pasang di kaki kucingku. Aku menggeliat menepi bantal doraemon kesayanganku. Hem… aku mengulat lagi dan lagi, kulihat jam pada layar hanpone ku. Sudahpukul 06:00 pagi, aku tertinggal waktu salat subuh. Bergegas aku berlari mengambil air wudhu, salat dan segera ku rapikan kamar tidurku yang penuh dengan boneka doraemon.

Terlintas kenangan manis bersama teman-teman saat masih di bangku putih dongker. Hem, aku seperti ini karena laki-laki yang membuatku nyaman sejak mengenalnya. Aku merubah penampilan menjadi lebih feminim mengikuti keinginannya yang tidak menyukai wanita tomboy. Perlahan rambut pun ku biarkan panjang sebahu, rajin memakai bendo dan jepit rambut warna-warni, memakai anting layaknya wanita. Dia menerangiku selama ini.



Pagi ini usiaku sudah dua puluh dua tahun, aku bukan lagi ABG yang harus menemukan jati diriku sendiri. Aku sudah semester akhir di sebuah Universitas, menyusun karya ilmiah sebagai tugas akhir dan syarat mendapat gelar sarjana setrata satu. Segala keegoisan, kelemahan, kelebihan yang aku miliki sudah dia pahami. Yah, walau pun begitu dia masih selalu cemburu saat mendengar suara laki-laki dekat yang dekat denganku. Kami long distance semenjak aku memasuki jenjang Putih abu-abu sampai saat ini. Komunikasi terjalin melalui hanpone, terkadang aku bosan dengan cara ini tapi apa boleh buat.

Empat belas hari lagi happy anniversary ke delapan. Aku tidak menginginkan apa-apa darinya, aku hanya berdoa semoga segala sesuatu tentang kami indah tepat pada rowaktunya. Dia bukan tipe laki-laki yang romantis, bukan laki-laki yang peka terhadap keinginanku. Aku tetap bersyukur dan berterimakasih pada Tuhan, telah dia kirimkan sahabat terbaik atas kelahiranku.

Romatis, ya itu yang sebenarnya aku inginkan darinya. Tapi romantis bukanlah sifat yang mudah dia lakukan untukku. Selama ini bilang cinta ke aku aja bisa dihitung, jangankan bilang “aku mencintaimu” la wong bilang aku cantik aja selama tujuh tahun baru sekali. Kejam banget dia tuh, laki-laki lain ajah mudah bilang aku cantik, pacar sendiri susah bilang gitu.

Aku ingin setiap hari ada yang ngasih bunga mawar merah untukku walau setangkai, tapi gak mungkin kan? Jangankan bunga mawar merah bunga rumput pun dia gak bakalan ngasih ke aku. Sudah nasibku punya pacar yang gak romantis. Haha ha aku jadi ingat waktu kami jalan-jalan ke taman Kota Pekanbaru. Gak ada niat jalan-jalan ke sana tapi aku bingung mau jalan ke mana. Baru sampai di sana aku melihat insan berpasang-pasangan baring-naring di rumput hijau, saling pegangan tangan dan bercanda mesra. Aku cuek aja ngikutin sifat dia, kami sibuk mencari tempat yang nyaman untuk bercerita. Kami menemukan tempat yang strategis, dekat dengan musolah, dekat dengan toilet, dekat dengan penjual jajanan ringan.

Wah, wah, rasanya ingin segera duduk dan meneguk air mineral yang ku bawa sedari tadi. “Ayang, pindah yok jangan di sini, cepet kok.” Glek, belum sempat aku meneguk air dia udah mau pergi ajah. Aku sedikit kesal sih masa dia seenaknya aja kayak gitu, mana tangan aku ditarik kenceng banget trus dibawa lari-lari lagi. Dan anehnya lagi, dia malah milih duduk di dekat rombongan orang-orang yang sudah berkeluarga. “Oh my God, what happen?” pertanyaan dengan tanda Tanya yang titiknya sebesar kepalaku.

“Mau air dong Ay!” cepet-cepet aku sodorkan air yang ku pegang. Aku diem ajah gak komentar apa pun. “Ayang beli jajan deh, buat cemilan.” Kali ini aku menolak dengan alasan aku membawa bekal dari rumah. Perlahan suasana mulai tenang dan kembali seperti biasa. “Kenapa si harus duduk di sini? Lebih nyaman di sana, sejuk, gak banyak sampah.” Aku menggerutu pelan tanpa melihat wajahnya. “tuh liat, tuh liat, mau liat yang kayak gituan apa?” tiba-tiba dia menunjuk kea rah tempat kami tadi datangi, ternyata di sebelahnya ada tiga pasang remaja yang sedang berciuman mesra. “Ayang gak malu apa liatin kayak gituan?” lagi-lagi dia membentak, aku Cuma diem dan menunduk.

Waktu terlewatkan begitu saja  tanpa sepatah kata dariku. “Ayang, maaf ya, Mas gak bisa kayak mereka, Mas malu.” Aku takut dia salah menilai aku, aku takut dia mengira aku ingin melakukan seperti orang-orang yang dilihatnya. Alhamdulillah, dia gak mikir yang aneh-aneh tentang aku. Saat itu aku sadar, akulah wanita beruntung yang mendapatkan laki-laki tidak romantic, laki-laki yang tulus menjagaku sampai detik ini. “Yuk, pulang udah sore, kayaknya mau ujan.” Dia mengelus kepalaku layaknya kakak pada adiknya. Tuhan terimakasih, tetaplah lindungi cinta kami. Agar tetap hidup sampai tiba saatnya bagi kami untuk mengembalikan cinta ini kepada Mu. Indahnya perasaan ini akan ku jaga untuknya. Aku akan setia memilikinya. Terimakasih Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar